Tuesday, March 15, 2005

Perjalanan Menuju Metamorfosis



Tiba-tiba dunia berpaling
Menarik kembali rasa bahagianya
Dan meninggalkan dalam biduk kelam

Tibalah pada suatu titik, yang tidak layak disebut bifurkasi, karena toh tidak mengkristal, dimana pikiran ini mulai terkontaminasi dengan yang namanya kejenuhan.

Rasanya alam imajinasi tidak lagi memberi inspirasi atas apa yang raga ini kerjakan demi melangsungkan sisi kreativitas.

Tiba-tiba stagnan terasa dalam proses menuju sebuah mahakarya.

Akankah terjebak dalam likunya jalan yang membuat diri ini tersesat dalam suatu kepenatan karena tiba-tiba tersadar ternyata pikiran ini hanya berjalan di tempat dalam waktu yang lama?

iiiiihhhh.. aku harus dapat melakukan manuver kuantum, mencoba meloncat dari sistem biner, sehingga dapat meningkatkan level dunia imajinasiku untuk terus berkarya.
Tapi gimana caranya yak? Aduh ribet deh. Kadang2 iri sama mas ropiq yang dengan mudah meloncat-loncat indah dari satu sistem ke sistem lain tanpa terjebak arusnya, manusia “quantum manuverism”.

Yah yah... diri ini sering sekali terjebak dalam sistem biner yang mengikat dalam suatu bentuk abstrak yang berpola(dapat disebut abstrak karena tidak terlihat struktur yang jelas namun ternyata memiliki pola yang mempengaruhi jalan pikiran), sehingga tanpa sadar pola itu yang mengisi jaring-jaring pikiran yang kemudian mengkontaminasi alam imajinasi.

Lalu... jrengjrengjrengjreng....
jadilah sebuah bentuk plagiarisme.
Dan jadilah diri ini seorang plagiat amatir, yang tanpa sadar telah merunut pola-pola sistem yang telah terlihat sebelumnya.

Melanggar hukumkah? Atau melanggar hati nurani? Aaahhhh... gimana donk?

Gimana caranya berkarya sebagai simulakrum sejati(“being its own pure simulacrum”, kata Baudrillard), adakah orang seperti itu? Padahal kata Salvador Dali ”jika seseorang tidak pernah meniru apapun, maka ia tidak akan pernah menghasilkan sesuatu”, dan saya, sebagai seorang yang turut “mengaku” sebagai surealis seharusnya turut serta bukan atas apa yang dikatakan oleh sang surealis sejati tersebut?
Sedangkan ia sendiri pun dengan penuh keyakinan mengatakan mengikuti teknik iluminasi Jan Vermeer Van Deflt, demi untuk mengenangnya pada lukisan “The Ghost of Vermeer Van Delft which can be used as a table”, karena toh Dali salah satu penggemar Vermeer.
Jadi intinya, plagiarisme diperbolehkan begitu?

Yah, lalu apa kabar dengan simulakrum sejati? Plato dan Aristoteles pun sampai bisa menelurkan “Mimesis” yang merupakan cikal bakal “Plagiarisme”, cuman yang dibahas Plato yah plagiarisme atas segala bentuk yang diciptakan Tuhan, bahkan “ide” sekalipun yang masih di kepala kemudian dituangkan dalam sebuah karya disebut plagiat, soalnya dia bilang “ide” itu juga berasal dari Tuhan. Itu sih keterlaluan yak? Si Plato ini belajar dari gurunya yaitu Socrates yang pantes aja waktu itu dihukum mati suruh minum racun, karena dikira telah meracuni pikiran muda-mudi romawi waktu itu. Tapi konkritkah jika seseorang harus mati demi idealisme dan pola piker yang bertentangan dengan arus?
Edannya dia malah menganggap kematian itu suatu jalan untuk mencapai ilmu pengetahuan yang lebih konkret, jadi yah dia meninggal dengan pikiran yang bahagia, sebagai filsuf sejati, begitu katanya.

Sebagai desainer saya hanya sanggup berharap atas apa yang saya kerjakan bukanlah dilandasi niat plagiarisme, namun berasal dari hati nurani yang tulus lus, dan dapat menjelajah alam imajinasi lebih dalam lagi, supaya terbebas dari ilusi dan khayal.

Semoga dapat berkarya lebih maksimal, waduh… mohon bimbingan mas ropiq di ruang kreatip, dan dimaklumkan atas segala keterbatasan yang kumiliki…

terimakasih telah membaca sedikit catatan kecil yang tadinya ingin berjalan sebagai sebuah prosa, dan tiba-tiba ia bermetamorfosis menjadi.....