Tuesday, December 28, 2004

Sebuah Awal Baru, Sehingga Aku Tidak Terlarut dalam Jalan Panjang Penuh Liku nan Gelap

Awal baru yang membuat hidupku lebih bermakna..

Kini kucoba untuk lebih merasakan keindahan dalam setiap langkah hidup yang kutempuh. Segala pedih dan sedih yang selama ini melingkupi jalanku, ternyata hanyalah suatu jalan yang tanpa sadar kuputuskan sendiri, padahal ternyata segala sesuatunya dapat kupilih sendiri. Dan kini, aku memutuskan untuk memilih jalan yang lebih bahagia. Dimana bunga-bunga lebih harum, dan mentari bersinar lebih cerah, dan faktor penentu hal-hal tersebut bukanlah pihak kedua maupun ketiga, tetapi aku.. yah diriku sendiri yang dapat membuat hidupku lebih berarti, baik bagi pribadiku maupun semua orang yang ada di dunia ini.

Aku akan tetap menjaga cinta dan kasih sayangku kepada mereka yang pernah kucinta dan kusayang, tanpa pernah berhenti berharap bahwa mereka mencintaiku seperti aku mencintai mereka...

Abadilah cinta!

Monday, November 15, 2004

Yang datang hari ini, menghilangkan sebentuk senyawa dalam tubuhku.

Awan tak henti berarak, menutupi keceriaan mentari, kini yang ada hanyalah kelam.
Hujan pun enggan menyentuh permukaan bumi, sepercik harapan itu sudah hilang tertiup angin kering. Benar-benar menghilang, untuk waktu yang abadi. Pembuat ruang kecil yang menyusup di celah pikiran kini telah meredupkan cahayanya, hilang ditelan kegelapan yang pekat. Yang ada hanya kenangan yang bahkan tak sempat berharap. Memori tanpa realita, semua tulisan yang tergores tanpa sentuhan kenyataan.

Semua hanya khayalan, memori semu tentang ruang yang dibentuk oleh sepercik harapan yang kini telah terbang menuju sarangnya kembali. Selama ini, dia memang tidak pernah hinggap, hanya melintas, lintasan yang menimbulkan torehan luka. Sensasi aneh yang membuat candu dalam amigdala. Menyatu dengan aliran darah dan menyampaikannya ke hati, sebagai sepercik harapan. Melambungkan sejenak gundah yang menaungi pikiran batin. Sejenak, yah hanya sejenak. Segala yang kupersembahkan padanya, hanyalah surat tanpa alamat yang dikirimkan oleh seekor merpati, hingga terbang tiada arah untuk kemudian mati.

Awan gelap kini kembali melingkupi kesendirian yang kelam, membatu dalam gelap. Semuanya hanyalah kosong. Jasad tanpa jiwa, karena ia telah pergi mencari pasangan hidupnya.

Biarlah sepenggal jasad ini berlayar menuju ladang tak bertepi, dimana ia berharap dapat menemukan kembali harapan lain yang akan membawanya menuju hangatnya sinar mentari, menyibakkan saputan awan kelabu yang kini masih menaunginya dalam gelap.

Kupersembahkan semua padamu....
Seseorang yang sempat membuat atom dalam tubuhku berpikir mereka telah menemukan teman untuk membentuk senyawa baru...

Kini kembali kuberitahukan kembali kepada kalian semua. Segala sesuatunya tak ada yang abadi. Manusia bodoh.

Sunday, October 24, 2004

Tenggelam

Saat ini, aku telah berada di dasar samudera duniaku. Terkubur dalam dunia kecilku, yang selalu melingkupi kemanapun diri ini berada.

Pada awalnya, dunia ini terasa nyaman, namun ketika aku merasa telah terlalu jauh tenggelam di dalamnya, tak sedikitpun dahaga ini terlepaskan.



Aku kini hanyalah jasad yang mengering dalam samudera terdalam dunia buatanku sendiri.

Yah, aku adalah kesunyian yang membeku...


Mendekat, tapi tak ingin didekati..
Menjauh, tapi tak ingin dijauhi.....
Sebuah komposisi kompleks yang kuciptakan sendiri untuk seorang tokoh dalam diriku... yaitu aku.

Duniaku, hanyalah kekosongan, yang kuciptakan untuk menempatkan jiwa yang sesak dengan segala kepenatan hidup.

Sunday, October 10, 2004

Sampailah kita pada persimpangan...

Mungkin ada kalanya kita harus menempuh jalan yang berbeda, karena kita telah sampai pada titik bifurkasi yang mengharuskan kita untuk mengambil arah yang berbeda.

Mungkin dengan cara ini kita dapat membuat ruang di antara kita, yang dapat meleburkan diri masing-masing dari pikiran-pikiran yang membuat kita.... lupa akan segala sesuatu.

Mungkin dengan segala keterbatasan dalam diri manusia kita, kita dapat lebih banyak belajar dan memahami arti sebuah perbedaan. Dalam setiap perjalanan hidup, kita akan selalu menemui bifurkasi itu sendiri untuk menjadikan kita manusia yang lebih baik, dengan bertumbuh dan mengambil keputusan...

Mungkin memang harus ada ruang diantara kita...
Ruang yang lebih membebaskan dirimu dari dunia kita yang ternyata, membuatmu merasa terbelenggu.
Apabila ruang itu terasa lebih baik, mungkin jiwa dan ragamu bisa tinggal lebih lama di dalamnya, karena ternyata ruang yang kita tempati bersama selama ini, sudah tidak lagi membuatmu merasa nyaman.

Tidak ada yang patut disesali, bagiku. Karena bagaimanapun kita telah membuat ruang tersebut menjadi indah. Hingga saat kita tinggalkanpun, ruang itu patut dilihat dan dikenang yang menjadikannya indah.

Sekali lagi, terimakasih telah berbagi ruang, berbagi serbuk kebahagiaan, walaupun tidak ada yang abadi, akan kusimpan memori kebahagiaan itu selalu dalam ruang kecil yang telah kubangun untuk menempatkan segala sesuatu yang tak ingin kulupakan.

Maafkan atas belenggu yang selama ini mengikat, bagimu.

Maafkan atas segala perbedaan yang membuatmu terluka...

Maafkan atas segala sesuatu yang membuatmu merasa tidak nyaman dalam perjalanan kita.
Tentang kita adalah tentang perjalanan penuh tawa dan air mata, dimana saat ini air mata dan tawa itu telah menemukan jalannya sendiri, sehingga... saat ini... kita harus menempuh jalan yang berbeda, untuk belajar hidup dalam ruang baru yang mungkin membuatmu merasa lebih nyaman...


Saturday, August 28, 2004

Pijar Yang Meredup

"Semangat". Itulah yang orang-orang terus menerus katakan untuk membangkitkan harapan yang telah meredup, tapi apa yang harus dilakukan pabila pemantik harapan tersebut pun telah kehilangan pijarnya?

Pernah nggak sih terpikirkan sampai berapa lama kita diijinkan untuk menempati dunia ragawi ini?

Entah kenapa, terkadang rasanya kematian bukanlah suatu hal yang menakutkan... terkadang mereka seperti teman hangat yang siap menjemput disaat pijar api semangat itu mulai meredup.

Bukan berarti lalu diri ini berhak memutuskan untuk berpisah dari raganya, karena kita bertiga disini—roh, tubuh dan jiwa—bukanlah pemilik akan dirinya sendiri.

Kita disini hanyalah sebagai penumpang yang diperkenankan tinggal untuk menempati ruang dan waktu ini dalam tubuh yang fana, hanya untukberbuat sesuatu sesuai kehendak-Nya sementara, hingga saatnya, yang Trasenden meminta miliknya untuk kembali kepada-Nya.

Sempat tidak sih terpikirkan kematian akan diri sendiri? Bagaimana cara kita mendatangkan kematian, bagaimana kita dijemput oleh maut?

Dulu..dulu..., saat pijar semangat sudah mencapai titik habisnya, sempat juga terbersit cara mengakhiri hidup dengan tanpa kekerasan, hmmm.. percaya atau tidak, obat diabetes jika diminum melebihi takaran akan membuat tekanan gula darah menurun drastis. Sehingga membuat kita lemas, mengantuk, dan lalu tertidur, untuk waktu yang abadi........

Mudah bukan? Sakit tidak terasa, pergi pun selayaknya tertidur dalam waktu yang cukup lama...

Hanya orang-orang terdekat yang membuat diri ini tidak melakukan hal tersebut, bagaimana perasaan mereka jika diri ini harus meninggalkan mereka?
Dan juga.... pertanggungjawaban diri dengan Tuhan. Lalu setelah hal2 tersebut dilakukan, apa yang akan dihadapi? Kehidupan setelah kematian, akankah lebih baik dari sebelumnya? Bagaimana jika lebih parah karena kita yang memutuskan untuk menemui kematian bukan berdasarkan kehendak-Nya?

Pertanyaan-pertanyaan itulah yang membuat diri ini tetap bertahan.....

Thursday, August 26, 2004

Hari ini Tentang...

Tadinya.. entah kenapa hari ini selubung hitam sempat melingkupi diriku kuku ku.. entah mengapa, hari ini hatiku.. ku…ku sedang nggak begitu bagus ajah.

Tapi.. hati manusia, siapa yang tahu, tiba2 dalam sekejap, sepersekian detik, berubah dengan drastis hanya dengan sebuah percakapan. Dengan siapa? dengan seseorang yang membuat molekul tubuhku bergerak lebih cepat sehingga membentuk sebuah ramuan ajaib yang dapat membuat bibir ini tetap tersenyum, hehe…


nah saat ini diriku ingin bercerita mengenai....

Saat Mentari Bersinar

Kebahagiaan hinggap tanpa mencari celah, kapan dimana, tak terduga....
Tak ingin hilang rasa ini, kebahagiaan.... slalu berharap untuk kembali.

Kalian yang telah membuat serbuk kebahagiaan bagi ramuan kehidupanku ini, jangan pernah berakhir hingga akhir dunia pun. Biar ramuan hidupku terus tercampur dengan serbuk yang mengalir abadi sehingga memenuhi lembaran hidup yang terbang tinggi ke angkasa....terus terbang........tinggi...

Saat ini ada mentari yang bersinar di hatiku. Terasa hangaaatttt hangat terasa... kiranya hangat mentari dalam hatiku ini dapat menyinari orang-orang yang turut membuat mentari bersinar.
Kiranya kalian yang menjadi serbuk kebahagiaan turut merasakan kehangatan sinar mentari kebahagiaan yang sedang bersinar dengan cerahnya di hatiku...

Serbuk yang menjadi pantai berpasir hangat dengan deru ombak yang mengalir seirama dan sejalan sehingga memberikan nyanyian kebahagiaan... benar-benar bahagia, pernahkan kalian rasakan itu?

Kebahagiaan abadi, atau mungkin kebahagiaan yang diharapkan akan abadi.

Kebahagiaan yang menetap sehingga suatu waktu dapat dijenguk apabila merindukan kehadirannya.

Kini hatiku sedang berada dalam terang dan hangat yang mendera.
Jangan pernah berlalu perasaan ini.....

Kiranya kini aku lelap dalam aroma ombak dalam pantai kebahagiaan dimana mentari terus bersinar walaupun ragaku terlelap, teranglah mentari yang menyinari hatiku.........

Wednesday, August 25, 2004

Space Controller


Kini kita berbicara mengenai ...... Waktu

Setiap manusia pasti pernah berpikir, walau sekalipun, atau bahkan berkali-kali... seandainya waktu dapat berputar kembali. Entah untuk mengalami lagi kejadian indah yang mungkin pernah terjadi di lampau, maupun untuk mengubah suatu kejadian yang tidak diharapkan, tetapi sudah terjadi.


Mengapa manusia selalu berkutat dengan waktu?
Sebenarnya siapa yang menciptakan dan mengenali adanya waktu, …sebuah pertanyaan retoris. Sebab manusia sendirilah yang menginginkan adanya waktu, adanya batas-batas dimana mereka dapat mengatur maupun diatur oleh aktivitas keseharian tersebut.

Waktu hanyalah seorang kakek tua yang menatap sinis dengan bandul jam di tangannya. Baginya, hidup manusia hanyalah pengisi setiap detiknya, menitnya, jam, hari, minggu, bulan dan tahun. Waktu berlalu dengan angkuhnya, seakan ia mempunyai kekuatan untuk membuat semua hal terjadi.
Mempercepat masa-masa bahagia dengan tidak membiarkannya kembali, dan memperlambat masa-masa kesedihan.

Sebenarnya waktu itu sebuah relativitas, dimana perhitungan waktu pada setiap orang tidaklah sama. Yang menyamakan hanyalah perhitungan formal dimana setiap jam adalah 60 menit dan setiap menit terdiri dari 60 detik.

Padahal, coba kita bayangkan sejenak, bagi seorang ilmuwan, waktu bertahun-tahun di laboratorium hanya terlewati barang sejenak, namun bagi seorang musisi, sehari saja rasanya sudah seperti berabad lamanya.
Begitu juga bagi seorang anak kecil, sehari di taman bermain tentu berbeda lamanya dengan sehari di sekolah.

Mungkin kakek tua itu kesepian dengan tugasnya sebagai penjaga waktu, bagaimana seandainya ada seseorang yang bersedia ataupun dapat menemaninya dalam menjalani tugasnya?

Mungkin masa-masa bahagia dapat berlangsung selamanya, dan masa kesedihan tidak pernah terjadi, karena dilewati dengan begitu cepatnya?

Atau.. mungkin kebalikannya?
Rasa-rasanya, mungkin lebih baik segala sesuatu berjalan seperti biasanya. Karena setiap manusia merupakan individu dari ego-ego yang ada, maka pengendali waktu haruslah seseorang yang tak ber-ego, yang mampu berkuasa atas dirinya sendiri.


Jika emosi yang bertumpuk tak dapat diungkapkan, yang ada hanyalah bangkai kesedihan yang membaui seluruh dinding pertahanan jiwa dengan aroma yang memuakkan.

Jika emosi dan ego bersatu maka kehancuran rohani tak dapat terelakkan.

Jika emosi membasahi jiwa yang bertumbuh bukan saja kebencian tapi juga dendam dan kemarahan yang subur dan berakar.

Jika emosi memenuhi tarikan nafas, yang diperlukan hanyalah..........berbagi.

Berbagi beban, sehingga emosi itu tidak bertumbuh, mungkin hanya sekedar mengendap, setelah luapan emosi mengering, mungkin akan menguap...
Bersatu dengan hembusan nafas yang berjalan keluar menuju udara hingga lenyap ditelan atmosfer.
Namun.. adakah yang mau berbagi?

Disaat tubuh dan pikiran dikuasai emosi.... mengapa dunia menjauh? Apakah mungkin aura emosi tersebut bertahta dengan kuat sehingga mempengaruhi setiap mahluk?
Disaat seperti ini, hanya pertolongan Tuhan yang dapat diharapkan....

Tolonglah hamba-Mu ini.......

Sunday, August 22, 2004

Hidup Hanya Sekedar Ilusi...

Mengapa? Kebahagiaan begitu cepat menghampiri, ia selalu datang dalam waktu singkat, yang kemudian mempersilahkan gelap untuk kembali menyelimuti.

Tidak setiap individu dilahirkan sempurna, walau banyak yang terlihat seperti itu.
Tidak selalu ada pelangi yang dikatakan para pujangga...

Ketiadaan...
Tiap pribadi mengalaminya dimana ketiadaan menyapu keadaan dengan durinya yang tajam. Dalam pekatnya masa ketiadaan, impian dan harapan datang dengan api semu-nya yang membakar dinginnya angan. Dengan begitu, hangat yang terasa pun hanyalah sebuah fantasi. Kini hanya berharap Tuhan akan membantu dengan keajaibannya.

Karena dia.... siapapun dia yang dicintai oleh hati ini, pasti telah dicintai dan mencintai hati lain sebelum pribadi ini sempat menawarkan serbuk keabadian cinta dengan taburan kesetiaannya.
Saat hati ini jatuh, siapa yang coba mengangkatnya? karena kita hanya hidup sendiri di dunia ini. Dunia sosial hanyalah milik mereka yang mampu membelinya. Kini yang patut diandalkan hanyalah kekuatan jiwa sendiri untuk membantunya dalam keterpurukan.

Karena.. jika hidup ini hanyalah ilusi, lalu semua ini juga merupakan kenyataan semua yang tidak akan menggoyahkan jiwa dan pikiran... atau mereka sendiri pun hanyalah sebuah ide yang diinjeksikan secara tiba-tiba dalam waktu singkat untuk menterjemakan makna hidup?

Karena hidup ini hanyalah sebuah ilusi, ilusi sesaat yang mencoba membuka ruang dalam pikiran jiwa untuk memenuhi ruang kosong dalam kehampaannya. Melatih kekuatan hati, pikiran dan jiwa untuk menempanya dalam sebuah simulasi menuju sesuatu yang kekal, apakah mereka layak?


Mengapa kejadian menyakitkan selalu berulang? Akankah waktu berjalan terus kedepan sebagai sebuah garis lurus tanpa harus berputar?

He, always being someone else...
And he let me be loved by someone else, because, he never love me like the way I do.

Aku tidak keberatan menjalani ilusi ini..... untuk sementara.

Saturday, July 24, 2004

Seribu Bahasa


Saat ini tak terbersit sepatah kata pun untuk menggambarkan keadaan sekitar, segalanya terlihat skeptis.

Pemahaman semesta membisu....
Mengapa disebut Seribu Bahasa?
Hanya sebesar itukah numerik dari
Komunikasi?

Lelah membisu,
Lelah mencari
Lelah membenci
Lelah menyakiti
Lelah…………………… Merasakan

Membenamkan diri dalam kepekatan ternyata tidak membantu bertemu dengan sang ego.

Ingin berdamai dengannya untuk menghilangkan kelelahan batin yang begitu berat..
Saat ini segalanya adalah tentang hati.
Terbuat dari apakah Hati ini?
Segumpal darah yang membentuk perisai-perisai otot sehingga memiliki RUPA?

Ia dapat sangat persuasif..
Ia dapat dengan mudah menggerakkan lidah untuk menjadi pelayannya.

Bagaimana jikalau kita saling menelusuri jejak-jejak pikiran yang menyimpan penuh segala identitas hati?
Bagaimana cara menghilangkan dan membuka kunci hati agar ia tidak terus menerus terkurung dalam Kebisuan,
Kebencian,
Kemarahan…..?

Kegembiraan dan Kesedihan dapat datang sekejap mata, hanya dengan penyambung seribu bahasa, segala sesuatu dapat terjadi dengan tak terduga…

Lalu dari sisi realitas manakah kita harus menggali unsur kehidupan yang membuat kita mengerti esensi hidup yang terdalam?

Terlalu banyak pertanyaan tanpa jawab, sedangkan pernyataan yang selama ini disiarkan tidak satupun memberi kepastian akan timbulnya jawaban yang berarti..

Di satu sisi, menjadi reduksionis dapat jadi menyenangkan. Seandainya pikiran ini dapat diajak bernegosiasi agar kiranya sekali-kali ia menganut paham reduksionisme, tanpa harus menjadi reduksionis itu sendiri.
Ketidakpedulian.

Monday, July 19, 2004

Saat Mentari Terbenam

Dan.... Saat ini logika menjawab.............
Untuk kesekian kali :
Segala sesuatu TIDAK ADA yang abadi!

Kebahagiaan datang sekejap mata, begitupun pergi dalam langkah ringan. Saat ini yang tersisa hanya sunyi...
Kesunyian mendalam yang sekali lagi juga bukan sesuatu yang abadi.
Kesunyian hanyalah delusi dari keabadian yang merata, terasa senyap meresap dalam setiap pembuluh nadi, sehingga setiap tetes cairan yang mengalir dalam tubuh ini pun terinfeksi ilusi yang membuat kesunyian terasa ABADI.

Mengapa kesunyian terasa begitu akrab dalam setiap sel-sel tubuh manusia?
Terkadang manusia merindukan tangis dalam kesedihannya.
Terkadang manusia menantikan amarah dalam setiap emosinya
Dan terkadang manusia merasakan ketenangan dalam kesunyian...

Ini adalah saat dimana kita merenung, melebur dalam kesenyapan.
Biarkan lidah beristirahat
Ijinkan hati berbicara,.
Diantara percakapan hati dan jiwa biarlah pikiran ini duduk dan menyaksikan yang seharusnya telah lama ia dengarkan.
Tubuh hanyalah pengantara dimana representasi setiap individu menghasilkan ilusi yang berbeda yang dibentuk oleh buah pikiran dan perasaan.

Setelah selesai...... Kembalilah ke alam nyata demi kelanjutan kisah kita yang masih panjang (homunculus berbicara)

Lalu.... ajari aku mengendalikan lidah
Ajari aku mengendalikan emosi
Ajari aku berpikir dalam menentukan langkah

Rasanya hati ini tidak percaya lagi kepada lidah, padahal lidah merupakan perwujudan jiwa.
Jiwa yang adalah keinginan daging.
Saat ini hati sedang dibutakan oleh jiwa

Pada awalnya jiwa terlahir secara murni, dengan kesucian hakikinya ia merekat bersama dengan tubuh yang dipenuhi keinginan duniawi....

Kematian adalah awal dari kelahiran[1] saat dimana jiwa kembali kepada kemurniannya.

Kebenaran sejati hanya diperoleh ketika tubuh tidak lagi mengikat dengan segala kefanaannya, maka kematian adalah jalan menuju kebenaran sejati..


[1]Dialog Socrates bersama murid-muridnya dalam buku Plato, Matinya Socrates.

Thursday, July 15, 2004

Apa Hayooo..

Hey kalian semua,
saat ini mentari kembali bersinar dengan cerah, bumi berputar 2 kali lipat kecapatan pada porosnya, burung-burung berkicau dengan riang, bahkan aku dapat mendengarkan irama jantungku yang berdegup dengan ritmis yang menggebu.

Konstan, namun lebih cepat dari biasa dan memiliki perubahan yang hmm…… cukup signifikan juga… hehe… ceritanya hatiku ini sedang kembali penuh terisi. Ibarat Hp yang di charger ulang setiap kali akan habis.

Kirakira begitulah kiranya kondisi jiwa dan pikiranku saat ini.
Dibilang terlalu bahagia hingga rasanya ingin meledak atau melambung… juga tidak.
Dibilang sedih dan ingin menyendiri juga tidak.

Yah saat ini sedang berada dalam kondisi yang melebihi sedikiiit dari stabil.
Segala sesuatu masih dapat terkendalikan. Diriku sedang senang, yah senang. Walaupun dibalik kesenangan tersebut juga terkandung kegelisahan didalamnya.
Oleh karena itu tidak dapat dikatakan kebahagiaan duniawi mutlak, namun lebih melewati sedikit dari garis hari hari biasa.

Saturday, May 29, 2004

Tentang Seseorang

Pelangi yang sempat datang

Dia... pemberi getaran dalam simpul pikiran, pemberi kejutan elektrik yang mampu menghidupkan kembali ritme jantung yang dulu sempat menghilang..lama.. hingga terlupakan.
Sampai saat ini.... memori yang tersimpan dalam arsip pikiran terangkat kembali, dengan menambahkan pengetahuan baru tentang cara mengatasi ritmis yang datang untuk dapat dijalani dengan nyaman.


Pembuat ruang kecil yang segera bertumbuh dengan cepat dalam dunia mimpi, untuk kemudian menguasai setiap celah pikiran.

Penyegar dalam udara kehidupan, yang dengan cepat mewangi untuk kemudian menghilang....bersama dengan hembusan angin.

Cerita ini adalah tentang Seseorang yang mampu membuat seluruh atom dalam tubuh ini bergerak lebih cepat dan berpikir mereka akan segera mendapatkan teman untuk membentuk sebuah senyawa.

Friday, May 21, 2004

Jika Hidup Illusi, lalu cinta?

Jika hidup adalah ilusi, lalu cinta itu apa?

Cinta itu suatu relativitas yang tak terdefinisikan secara objektif maupun subjektif. Cinta hanya mengalami suatu bentuk bagian dari hidup yang dapat terjawab oleh pengalaman

Cinta hanya ada apabila sepotong jiwa menemukan potongan jiwa yang hilang. Lalu bilamanakah cinta dibenci maupun dilupakan?
Sebab yang bertemu dan menyatu bukanlah jiwa, tetapi ego. Pada tingkat ego orang tidak dapat memihak pada organisme yang utuh melainkan hanya pada sebagian perwujudan mental organisme, yang dikenal sebagai citra diri atau ego. Diri yang tak berwujud ini dianggap berbeda di dalam tubuh, dan karena itulah orang akan mengatakan, “Saya memiliki tubuh”, bukannya “Saya adalah tubuh”
[1].

[1] Tingkat Ego merupakan tingkat dasar dari empat tingkat kesadaran yang diajukan oleh Ken Wilber, yaitu terdiri dari tingkat ego, tingkat biososial, tingkat eksistensial dan tingkat transpersonal.

Thursday, May 20, 2004

Invasi Dunia Maya

Andai… saat kerinduan itu hadir dapat tergambar wajah terindu itu.
Andai… ada tertuju saat-saat kerinduan itu datang.
Andai… saat-saat kerinduan itu ada.. karena tanpa tujuan yang solid wajah kerinduan itu tentu tak kunjung hadir. Lalu saat ini apa?

Menunggu waktu atau waktu yang menunggu? Aahh.. waktu tak pernah mau menunggu. Ia hanyalah seorang kakek tua yang dengan tergesa berlari menuju….?
Bukankah waktu adalah dirinya?
Lalu apakah yang ia kejar? Mengapa ia tidak berhenti saja dari tugasnya biar manusia bebas bermain dengan waktu. Jadi invisible hands[1]-nya Adam Smith pun hanya menjadi mitos belaka. Iihhh seorang pengkhayal muncul lagi….

Begitu banyak pengkhayal-pengkhayal di otakku, sampai sesak rasanya tubuh logikaku dihimpit sosok para pengkhayal itu.
Terkadang, kupikir, apa kudepak saja yah para tukang mimpi itu dari ruang otakku? Tapi nggak bisa!!!
Mereka sudah menancapkan akar dalam serabut otakku. Jika mereka ada, maka aku ada, jika mereka tidak ada maka eksistensikupun dapat dikatakan tidak ada.. karena aku…kosong

Tubuh tanpa jiwa, sebuah manekin yang tidak berharga, tanpa mereka para pemimpi itu.


Saat kembali ke realita, rasanya seperti dihempaskan ke bumi hingga dasar. Sakit. Rasanya sakiiiiit!

Lalu bisa apa para pemimpi itu? Para homunculus? Menyapu realita dengan buaian lagi? Huh! Realita terlalu kejam untuk ditutupi, terlalu busuk, menyengat!
Terkadang rasanya ingin hidup saja dalam dunia mimpi bersama para surealis schizhrophrenia itu…. Eh masuk RSJ donk?! Gak jadi deh. Biarlah, walau pahit, kujalani saja kenyataan dengan apa adanya. Justru dengan bantuan para homunculus itu yang semakin tambun dengan hidup dari sisa-sisa sari otakku.

Aaahh.. menyatukan hati, meleburkan jiwa….
Saat seperti itu terjadi lagi. Hiks, kala cinta melambai, tentu tak dapat ditarik kembali, karena sudah terlihat….eh, patutkah itu disebut cinta?

Hmm..waktuuu..kembalikan saat-saat dimana cinta tak sempat melambai. Seperti dulu saat bersama, tak ada keraguan[2].

Tolong jangan biarkan diri beku dalam kesenyapan asa, kosong, hampa, yang pada akhirnya…..duka yang menyapa.

Waktu, tolong…. Apa yang bisa kuperbuat?
Homunculus dalam waktu pun akhirnya mengeluh, karena serabut otakku hanya terisi oleh ketidakpastian tentangnya…

Kini… homunculus itu semakin kehilangan virus-virus kreatifitas mayanya, yang kesemuanya melebur menjadi hanya seseorang.
Yah, saat ini hanya seseorang, tanpa tanding.

Masih dalam kebimbangan, menunggu keputusan atom-atom dalam tubuh ini memutuskan, apakah ini…turbulensi, bifurkasi atau..cinta? hhh..
Mereka belum memutuskan. Seharusnyakah aku menunggu atau kupaksa saja homunculus itu bekerja lebih giat, sampai mati…..lalu aku pun..tiada

Jiwa, pikiran, hati.. semua mati karena hampa. Yang tersisa hanyalah tubuh tak berjiwa, kuburan para homunculus yang mati karena keputusan yang salah.
Hingga semesta pun menganaktirikan raga kosong ini, karena semesta memutuskan untuk melebur bersama jiwa yang hilang.

Mungkin sebaiknya tetap menunggu para atom memutuskan dan membiarkan para homunculus itu menginjeksi kembali serabut-serabut akar dalam otakku.

Lalu apa ini?
Virus yang melanda seluruh hati dan pikiran menjadi tak berujung tak bermakna..
Semuanya hanya tentang…
Membiarkan homunculus menginvansi sel-sel hingga serabut otak kananku..
Mati?
Lalu ketika kita terlelap, akankah mereka tetap terjaga?
Lalu apa yang membuat mimpi ada?
Kurasa mereka tetap bekerja, bahkan lebih giat, sebab ketika kita terlelap, realita kita lumpuh total, sehingga memberikan ruang ekstra bagi mereka untuk menginjeksikan sepenuhnya…

Hey, kalau begitu aku harus berterimakasih pada homunculus yang bertugas tadi malam, sebab ia sudah memberikan gambaran yang mengarah pada realita.

Jika ini tetap dilanjutkan.
Jika homunculus siang-ku tetap menginjeksikan khayalan yang sama hingga mempengaruhi jalan pikiran dan perbuatan.
Terimakasih…. Kepada homunculus tak dikenal itu…

Kini aku akan mencoba berjalan kembali dalam setapak logikaku, dengan meninggalkan harapan-harapan semu yang dulu membuatku bertahan hidup.
Kini aku akan mencoba hidup dengan mencoba bersahabat dengan realita….. doakan

Esoknya…

Hahahahaha… mimpi yang mengarah pada realita itu sudah bertransformasi menjadi realita murni. Walau tidak sepenunnya, namun cukup untuk membuat sebuah lubang (lagi?) di hatiku yang tinggal bersisa serpihan-serpihan memori hangat…

[1] Invisible hands: suatu teori dari Adam Smith dimana kita aktivitas kita digerakkan oleh tangan2 yang tak terlihat.
[2] Cinta Kan Membawamu, Dewa 19

Saturday, May 15, 2004

Pada Suatu Hari

Another chapter.....
Dung dung dung dung dung…..
Langit…ngit.. ngit...
Kemana sih warna birumu yang indah itu? Dipersaikan awan abu-abu nan hitam yang bergulung-gulung yang bawakan hujan dengan gemuruh guntur dan percikan kilatnya?

Kenapa sih awan hujan selalu berwarna kelabu yang menyiratkan warna dingin nan sendu dan pilu?
Ataukah aku sudah mulai mendiskriminasikan warna?
Mungkin karena warna kesukaanku biru, maka kuanggap saja definisi indah itu apabila awan putih menghiasi langit biru…
Padahal sebenarnya aku cukup menyukai hujan loh!

Dari aroma khas yang ditimbulkankan ketika air hujan tersebut menyentuh permukaan tanah merah yang dibuatnya basah. Aroma tersebut memiliki cita rasa tersendiri yang terpatri dalam memori otakku ini.

Saat indera penciuman menjembatani bau khas tersebut, sehingga menimbulkan perasaan damai, tentram, nyaman.. ya begitulah.. aneh bukan? Kadang-kadang rasanya terlalu egois juga jika kita merasa bahagia saat hujan datang, padahal banyak orang menderita karena..... kebanjiran…

Seharusnya kita dapat berbagi kebahagiaan melalui hujan.
Seharusnya orang-orang berbahagia dengan hadirnya hujan.

Ah itu semua gara-gara birokrasi rumit yang menunda-nunda dana banjir. Shit! Orang-orang jadi merasa kesal pabila hujan turun…

Untung saja deh, masih ada untung, (dasar orang jawa)... rumahku tidak kebanjiran.
Apa jadinya jika hal itu terjadi? Ih amit-amit

Hujan.... kamu akan jadi musuhku.
Tapi, rasanya tidak, sebab hujan memiliki aromatherapy yang membuatku tetap jatuh cinta padanya... yah untuk sementara.

Friday, April 30, 2004

Jika Hidup Adalah Ilusi

Jiwa adalah sebuah ruang dimana batin penjelma roh pengisinya. Setiap manusia, setiap wujud, memiliki jiwa, tapi tak semua beroleh batin.
Jangan biarkan masa menguasai asa, melepaskan waktu yang tersisa.
Karena ekstase yang datang pun pasti kan ada akhirnya.
Selembar ingatan telah terurai gumpalan waktu yang jatuh karena luka kecil yang terlalu banyak membuka jahitan luka lama. Jangan rasakan dalam hati, sebab batin pun dapat menangis.

Masih terasa uluran jiwa-jiwa yang membawa tinggi menuju keindahan semu yang kemudian kilas bahagia menghempaskan kembali batin ini. Untuk sesaat jiwa hampa karena roh masih menata tubuhnya untuk bisa bersatu kembali menjadi batin pengisi ruang jiwa. Dengan demikian bentangan luka bertambah oleh selimut masa.

Batas antara sedih dan bahagia serupa utas benang yang dinamakan kebimbangan. Tak ubahnya masa yang merenda waktu, sebagai manusia pikiran ini pun merasakan sulitnya membedakan “apakah saat ini aku sedih?” atau “mungkin aku bahagia?”. Sedangkan ketika ku bertanya pada airmata, ia pun mengalami gundah yang membuatnya terus pasrah akan gravitasi bumi. Tiba-tiba logikaku berusaha mencari jawab pada suara hati “Bagaimana jika kukatakan bahwa air mata adalah lambang perasaan?” dan kudengar jawaban....

“Air mata tidak hanya mewakilkan sepotong perasaan, tetesnya merupakan bumbu penyedap seperti royco di dapur ibu dalam gumpalan yang berisi potongan-potongan rasa”

Sebenarnya apalah arti dari berbagai definisi hidup yang bahkan menyerupai catalog? Hidup hanyalah ada ketika mengalami[1] yang kemudian memiliki arti jika dijalani maknanya.
Hidup dan semua yang ada di dalamnya sudah cukup dimengerti ketika mengalami.

Apalah arti sebongkah kata? Kata hanyalah gumpalan huruf bersusun yang memiliki makna dalam suatu semiotik[2].

Alunan perenungan itu tidak berhenti sampai batas waktu yang tak terkira, melantun terus bagai nyanyian tak berakhir. Lembut. Namun kekal.
Bukankah itu yang dicari? Kekekalan yang abadi

Kejenuhan akan kesendirian membawa hawa mistis yang meleburkan hasrat jiwa dalam pekat malam, seakan menyatu lenyap dengan kelam. Saat sang jiwa sibuk berkelana satu hal yang dirasakan roh. Kesepian

Saat ini Sang jiwa tidak menyadari bahwa kehadirannyalah yang menyatu dengan roh yang dapat memberi damai baginya. Ia tidak sadar, atau tidak peduli? Dengan siksaan hebat ilalang tajam yang menusuk tubuh sang jiwa. Ia tidak menyadari bahwa penantiannya ada ketika ia menyatu dengan sang Roh dalam leburnya hasrat menuju Sang Ilahi. Roh masih menunggu………

[1] “Cogito, ergo sum”, aku berpikir, maka aku ada – definisi Cartesian mengenai keberadaan
[2] Semiotika adalah ilmu mengenai lambang, dimana bahasa adalah salah satu unsurnya