Monday, November 15, 2004

Yang datang hari ini, menghilangkan sebentuk senyawa dalam tubuhku.

Awan tak henti berarak, menutupi keceriaan mentari, kini yang ada hanyalah kelam.
Hujan pun enggan menyentuh permukaan bumi, sepercik harapan itu sudah hilang tertiup angin kering. Benar-benar menghilang, untuk waktu yang abadi. Pembuat ruang kecil yang menyusup di celah pikiran kini telah meredupkan cahayanya, hilang ditelan kegelapan yang pekat. Yang ada hanya kenangan yang bahkan tak sempat berharap. Memori tanpa realita, semua tulisan yang tergores tanpa sentuhan kenyataan.

Semua hanya khayalan, memori semu tentang ruang yang dibentuk oleh sepercik harapan yang kini telah terbang menuju sarangnya kembali. Selama ini, dia memang tidak pernah hinggap, hanya melintas, lintasan yang menimbulkan torehan luka. Sensasi aneh yang membuat candu dalam amigdala. Menyatu dengan aliran darah dan menyampaikannya ke hati, sebagai sepercik harapan. Melambungkan sejenak gundah yang menaungi pikiran batin. Sejenak, yah hanya sejenak. Segala yang kupersembahkan padanya, hanyalah surat tanpa alamat yang dikirimkan oleh seekor merpati, hingga terbang tiada arah untuk kemudian mati.

Awan gelap kini kembali melingkupi kesendirian yang kelam, membatu dalam gelap. Semuanya hanyalah kosong. Jasad tanpa jiwa, karena ia telah pergi mencari pasangan hidupnya.

Biarlah sepenggal jasad ini berlayar menuju ladang tak bertepi, dimana ia berharap dapat menemukan kembali harapan lain yang akan membawanya menuju hangatnya sinar mentari, menyibakkan saputan awan kelabu yang kini masih menaunginya dalam gelap.

Kupersembahkan semua padamu....
Seseorang yang sempat membuat atom dalam tubuhku berpikir mereka telah menemukan teman untuk membentuk senyawa baru...

Kini kembali kuberitahukan kembali kepada kalian semua. Segala sesuatunya tak ada yang abadi. Manusia bodoh.